Kamis, 16 Februari 2012
Jumat, 30 Desember 2011
Hukum Kepailitan di Indonesia
Hukum Kepailitan di Indonesia
1) Pengertian dan
Syarat-Syarat Kepailitan
Kata
pailit berasal dari bahasa Prancis; failite yang berarti
kemacetan pembayaran. Secara tata bahasa, kepailitan berarti berarti segala hal
yang berhubungan dengan pailit. Menurut Imran Nating, kepailitan diartikan
sebagai suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan
untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini
pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya.
Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan
pemerintah. Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa
yang dimaksudkan dengan pailit adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan
dinyatakan bankrupt, dan yang aktivitasnya atau warisannya telah diperuntukkan
untuk membayar hutang-hutangnya (Abdurrachman, A., 1991 : 89). Dalam Black’s
Law Dictionary, pailit atau bankrupt adalah
“the state
or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality)
who is unable to pay its debt as they are, or become due”. The term includes a
person againt whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a
voluntaru petition, or who has been adjudged a bankrupt.
Dari
pengertian tersebut maka pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan
untuk membayar dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.
Ketidakmampuan tersebut harus disertai suatu tindakan nyata untuk mengajukan,
baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas
permintaan pihak ketiga. Maksud dari pengajuan permohonan tersebut sebagai
bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar. (Ahmad Yani
& Gunawan Widjaja , 2004 : 11 ).
Orang sering menyamakan arti pailit ini sama dengan bankrupt
atau bangkrut dalam bahasa Indonesia. Namun, menurut penulis pengertian pailit
tidak sama dengan bangkrut, karena bangkrut berarti ada unsur keuangan yang
tidak sehat dalam suatu perusahaan, tetapi pailit bisa terjadi pada perusahaan
yang keadaan keuangannya sehat, perusahaan tersebut dipailitkan karena tidak
membayar utang yang telah jatuh tempo dari salah satu atau lebih kreditornya.
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan
dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Selanjutnya
pada Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih
Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Berdasarkan ketentuan kedua pasal tersebut di atas, maka syarat-syarat yuridis
agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut :
a) Adanya
utang;
b) Minimal satu
dari utang sudah jatuh tempo;
c) Minimal satu dari utang dapat
ditagih;
d) Adanya debitor;
e) Adanya kreditor;
f) Kreditor lebih dari satu;
g)
Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan
“Pengadilan Niaga”;
h) Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang
berwenang;
i) Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam
Undang Undang Kepailitan;
Apabila
syarat-syarat terpenuhi, hakim harus “menyatakan pailit”, bukan “dapat
menyatakan pailit”, sehingga dalam hal ini kepada hakim tidak diberikan ruang
untuk memberikan “judgement” yang luas seperti pada perkara lainnya.
Apabila kita membahas mengenai hukum kepailitan, maka
tidak terlepas dari ketentuan peraturan perundang-undangan lain di luar
peraturan mengenai kepailitan. Sebagai contoh, jika debitur adalah perusahaan
berbentuk Perseroan Terbatas (PT) maka harus kita lihat peraturan yang mengatur
tentang PT, misanya tentang akibat kepailitan serta tanggung jawab pengurus PT.
Begitu pula kepailitan suatu BUMN, kita harus melihat pula peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang BUMN. Sehinggga di sini dasar yang
menjadi sumber hukum kepailitan tidak hanya dari Undang-Undang Kepailitan saja,
akan tetapi harus diperhatikan pula peraturan lain yang masih berhubungan.
Dasar hukum kepailitan yang utama tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Adapun
sumber lainnya misalnya KUH Perdata Pasal.1139,1149,1134; KUHP Pasal
396,397,399,400,520 ;Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan; dan
peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan kepailitan.
2) Pihak yang dapat Dinyatakan
Pailit
Setiap
orang dapat dinyatakan pailit sepanjang memenuhi ketentuan dalam Pasal 2
Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004. Debitur secara sumir terbukti
memenuhi syarat di atas dapat dinyatakan pailit, baik debitor perorangan maupun
badan hukum. Menurut Imran Nating, pihak yang dapat dinyatakan pailit antara
lain :
a) Orang
Perorangan
Baik laki-laki maupun, menjalankan
perusahaan atau tidak, ayng telah menikah maupun yang belum menikah. Jika
permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitor perorangan yang
telah menikah, permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami
atau istrinya, kecuali antara suami istri tersebut tidak ada pencampuran harta.
b) Harta
Peninggalan (Warisan)
Harta warisan dari seseorang yang
meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal dunia itu
semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta
warisannya pada pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk
membayar utangnya. Dengan demikian, debitor yang telah meninggal dunia masih
saja dinyatakan pailit atas harta kekayaannya apabila ada kreditor yang
mengajukan permohonan tersebut. Akan tetapi permohonan tidak ditujukan bagi
para ahli waris. Pernyataan pailit harta peninggalan berakibat demi hukum
dipisahkan harta kekayaan pihak yang meninggal dari harta kekayaan para ahli
waris dengan cara yang dijelaskan dalam Pasal 1107 KUH Perdata. Permohonan
pailit terhadap harta peninggalan, harus memperhatikan ketentuan Pasal 210
Undang-Undang Kepailitan, yang mengatur bahwa permohonan pernyataan pailit
harus diajukan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah debitor
meninggal.
c)
Perkumpulan Perseroan (Holding Company)
Undang-Undang Kepailitan tidak
mensyaratkan bahwa permohonan kepailitan terhadap holding company dan
anak-anak perusahaannya harus diajukan dalam satu dokumen yang sama.
Permohonan-permohonan selain dapat diajukan dalam satu permohonan, juga dapat
diajukan terpisah sebagai dua permohonan.
d)
Penjamin (Guarantor)
Penanggungan utang atau borgtocht
adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditor
mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitor apabila debitoe yang
bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya
e) Badan
Hukum
Dalam kepustakaan hukum Belanda,
istilah badan hukum dikenal dengan sebutan rechtsperson, dan dalam
kepustakaan Common Law seringkali disebut dengan istilah legal
entity, juristic person, atau artificial person. Badan hukum
bukanlah makhluk hidup sebagaimana halnya manusia. Badan hukum kehilangan daya
piker, kehendaknya, dan tidak mempunyai central bewustzijn. Oleh karena
itu, ia tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Ia harus
bertindak dengan perantara orang (natuurlijke personen), tetapi orang
yang bertindak itu tidak bertindak untuk dirinya sendiri melainkan untuk dan
atas nam pertanggungan gugat badan hukum. Pada badan hukum selalu diwakili oleh
organ dan perbuatan organ adalah perbuatan badan hukum itu sendiri. Organ hanya
dapat mengikatkan badan hukum, jika tindakanya masih dalam batas dan wewenang
yang telah ditentukan dalam anggaran dasar.
f)
Perkumpulan Bukan Badan Hukum
Perkumpulan yang bukan berbadan
hukum ini menjalankan suatu usaha berdasarkan perjanjian antaranggotanya,
tetapi perkumpulan ini bukan merupakan badan hukum, artinya tidak ada pemisahan
harta perusahaan dan harta kekayaan pribadi, yang termasuk dalam perkumpulan
ini antara lain :
(1)
Maatscappen (persekutuan perdata);
(2)
Persekutuan firma;
(3)
Persekutuan komanditer.
Oleh karena
bukan badan hukum, maka hanya para anggotanya saja yang dapat dinyatakan
pailit. Permohonan pailit terhadap Firma dan Persekutuan Komanditer harus
memuat nama dan tempat kediaman masing-masing pesero yang secara tanggung
renteng terikat untuk seluruh utang Firma.
g) Bank
Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU membedakan antara debitur bank dan bukan bank. Pembedaan
tersebut dilakukan dalam hal siapa yang dapat mengajukan permohonan pernyataan
pailit. Apabila debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat
diajukan oleh Bank Indonesia, karena bank sarat dengan uang masyarakat yang
harus dilindungi.
h) Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
Sebagaimana
bank, Undang-Undang Kepailitan dan PKPU juga membedakan perusahaan efek dengan
debitur lainnya. Jika menyangkut debitur yang merupakan Perusahaan Efek, Bursa
Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal. Badan ini dikecualikan oleh Undang-Undang karena lembaga ini mengelola
dana masyarakat umum.
3) Pihak yang dapat Memohonkan
Pailit
Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 mensyaratkan bahwa permohonan pernyataan pailit harus
diajukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 2, bahkan
panitera wajib tidak menerima permohonan pernyataan pailit apabila diajukan
oleh pihak yang tidak berwenang. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004, pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit
antara lain :
a) Debitor
Dalam setiap hal disyaratkan bahwa
debitur mempunyai lebih dari satu orang kreditor, karena merasa tidak mampu
atau sudah tidak dapat membayar utang-utangnya, dapat mengajukan permohonan
pailit. Debitur harus membuktikan bahwa ia mempunyai dua atau lebih kreditor
serta juga membuktikan bahwa ia tidak dapat membayar salah satu atau lebih
utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Apabila debitor telah
menikah, maka harus ada persetujuan pasanganya, karena hal ini menyangkut harta
bersama, kecuali tidak ada pencampuran harta.
b)
Kreditor
Dua orang kreditor atau lebih, baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dapat mengajukan permohonan
pernyataan pailit selama memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam
Undang-Undang. Kreditor yang mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi
debitor harus memenuhi syarat bahwa hak tuntutannya terbukti secara sederhana
atau pembuktian mengenai hak kreditor untuk menagih juga dilakukan secara
sederhana.
c)
Kejaksaan
Apabila permohonan pernyataan pailit
mengandung unsure atau alasan untuk kepentingan umum maka, permohonan harus
diajukan oleh Kejaksaan. Kepntingan umum yang dimaksud dalam Undang-Undang
adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau kepentingan masyarakat luas,
misalnya:
(1)
Debitor melarikan diri;
(2)
Debitor menggelapkan harta kekayaan;
(3)
Debitor mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang menghimpun dana
dari masyarakat;
(4)
Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat
luas;
(5)
Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah
utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
(6) Dalam
hal lainnya yang menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.
d) Bank Indonesia
Bank Indonesia adalah satu-satunya
pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit jika debitornya adalah
bank. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan
kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi
keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu
dipertanggungjawabkan.
e) Badan
Pengawas Pasar Modal
Apabila debitor adalah perusahaan
Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
maka satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit
adalah Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan
yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah
pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.
f) Menteri
Keuangan
Permohonan pernyataan pailit harus
diajukan oleh Menteri Keuangan apabila debitor adalah Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang
bergerak di bidang kepentingan publik. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 disebutkan bahwa Kewenangan untuk mengajukan
permohonan pernyataan pailit bagi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Reasuransi sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk
membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Perusahaan Asuransi atau
Perusahaan Reasuransi sebagai lembaga pengelola risiko dan sekaligus sebagai
lembaga pengelola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam
pembangunan dan kehidupan perekonomian. Kemudian Kewenangan untuk mengajukan
pailit bagi Dana Pensiun, sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini
diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Dana
Pensiun, mengingat Dana Pensiun mengelola dana masyarakat dalam jumlah besar
dan dana tersebut merupakan hak dari peserta yang banyak jumlahnya.
Permohonan
pernyataan pailit ke Pengadilan tersebut harus melalui advokat yang telah
memiliki izin praktik beracara. Namun, apabila permohonan pernyataan pailit
diajukan oleh Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri Keuangan,
tidak diperlukan advokat.
4) Akibat
Hukum Pernyataan Pailit
Menurut
Sutan Remy Sjahdeini, secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai
berikut :
a)
Kekayaan debitor pailit yang masuk ke dalam harta pailit merupakan sitaan umum
atas harta pihak yang dinyatakan pailit.
b)
Kepailitan semata-mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri
pribadi debitor pailit.
c) Debitor
pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengururs dan menguasai kekayaannya yang
termasuk harta pailit sejak hari putusan pailit diusapkan.
d) Segala
perikatan debitor yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat
dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit.
e) Harta
pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua kreditor dan
debitor, sedangkan Hakim Pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya
kepailitan.
f)
Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh
atau terhadap kurator.
g) Semua
tuntutan atau gugatan yang bertujuan untuk mendapatkan pelunasan suatu
perikatan dari harta pailit, dan dari harta debitor sendiri selama kepailitan
harus diajukan dengan cara melaporkannya untuk dicocokkan.
h)
Kreditor yang dijamin dengan Hak Gadai, Hak Fidusia, Hak Tanggungan, atau
hipotek dapat melaksanakan hak agunannya seolah-olah tidak ada kepailitan.
i) Hak
eksekutif kreditor yang dijamin dengan hak-hak di atas serta pihak ketiga,
untuk dapat menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau
kurator, ditangguhkan maksimum untuk waktu 90 hari setelah putusan pailit
diucapkan.
Kepailitan
berakibat hilangnya segala hak debitor untuk mengurus segala harta kekayaan
yang termasuk ke dalam harta pailit (boedel pailit). Perlu diketahui
bahwasanya putusan pernyataan pailit tidak mengakibatkan debitor kehilangan
kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum (volkomen handelingsbevoegd) pada
umumnya, tetapi hanya kehilangan kekuasaan atau kewenangannya untuk mengurus
dan mengalihkan harta kekayaannya saja. Kewenangan debitor itu selanjutnya
diambil alih oleh kurator. Ketentuan tersebut berlaku sejak diucapkanya putusan
pernyataan pailit. Kepailitan ini meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat
putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama
kepailitan. Sesudah pernyataan pailit tersebut maka segala perikatan yang
dibuat debitor dengan pihak ketiga tidak dapat dibayar dari harta pailit,
kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan kuntungan bagi harta
pailit atau dapat menambah harta pailit. Oleh karena itu gugatan-gugatan yang
diajukan dengan tujuan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit,
selama dalam kepailitan, yang secara langsung diajukan kepada debitor pailit,
hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan untuk pencocokan atau rapat
verifikasi. Segala tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta
pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Begitu pula mengenai segala
eksekusi pengadilan terhadap harta pailit. Eksekusi pengadilan terhadap setiap
bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan harus
dihentikan, kecuali eksekusi itu sudah sedemikian jauh hingga hari
pelelangan sudah ditentukan, dengan izin hakim pengawas kurator dapat
meneruskan pelelangan tersebut.
Kepailitan
mempunyai banyak akibat yuridis. Munir Fuady mencatat ada 41 akibat yuridis
dari suatu kepailitan atau akibat hukum yang terjadi jika debitor dinyatakan
pailit. Akibat yuridis tersebut berlaku kepada debitor dengan dua metode
pemberlakuan, yaitu:
a) Berlaku
Demi Hukum
Ada beberpa akibat yuridis yang
berlaku demi hukum (by the operation of law) segera setelah pernyataan
pailit mempunyai kekuatan hukum tetap ataupun setelah berakhirnya kepailitan.
Dalam hal seperti ini, Pengadilan Niaga, hakim pengawas, curator, kreditor, dan
siapa pun yang terlibat dalam proses kepailitan tidak dapat memberikan andil
secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut. Misalnya, larangan
bagi debitor pailit untuk meninggalkan tempat tinggalnya.
b) Berlaku
Rule of Reason
Untuk akibat-akibat hukum tertentu
dari kepailitan berlaku Rule of Reason. Maksudnya adalah bahwa akibat
hukum tersebut tidak otomatis berlaku, akan tetapi baru berlaku jika
diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu, setelah mempunyai alasan yang wajar
untuk diberlakukan. Pihak-pihak yang mesti mempertimbangkan berlakunya
akibat-akibat hukum tertentu tersebut misalnya kurator, Pengadilan Niaga, Hakim
Pengawas, dan lain-lain. (Munir Fuady, 1999 : 65)
5)
Berakhirnya Kepailitan
Suatu
kepailitan pada dasarnya bisa berakhir, ada beberapa macam cara berakhirnya
kepailitan :
a) Setelah
adanya perdamaian (akkoord), yang telah dihomologasi dan berkekuatan hukum
tetap.
Sebagaimana kita ketahui bahwa
apabila dalam kepailitan diajukan rencana perdamaian, maka jika nantinya
perdamaian tersebut disetujui secara sah akan mengikat, baik untuk kreditor
yang setuju, kreditor yang tidak setuju, maupun untuk kreditor yang tidak hadir
dalam rapat. Dengan diucapkanya perdamaian tersebut, berarti telah ada
kesepakatan di antara para pihak tentang cara penyelesaian utang. Akan tetapi
persetujuan dari rencana perdamaian tersebut perlu disahkan (homologasi) oleh
Pengadilan Niaga dalam sidang homologasi. Apabila Pengadilan menolak pengesahan
perdamaian karena alasan yang disebutkan dalam undang-undang maka pihak-pihak
yang keberatan dapat mengajukan kasasi. Setelah putusan perdamaian tersebut
diterima dan mempunyai kekuatan hukum tetap maka proses kepailitan tidak perlu
dilanjutkan lagi.
b)
Insolvensi dan pembagian
Kepailitan bisa berakhir segera
setelah dibayar penuh jumlah piutang-piutang terhadap para kreditor atau daftar
pembagian penutup memperoleh kekuatan yang pasti. Akan tetapi bila setelah
berakhirnya pembagian ternyata masih terdapat harta kekayaan debitor, maka atas
perintah Pengadilan Niaga, kurator akan membereskan dan mengadakan pembagian
atas daftar-daftar pembagian yang sudah pernah dibuat dahulu (Munir Fuady, 1999
: 88).
c) Atas saran kurator karena harta debitor tidak cukup.
Apabila
ternyata harta debitor ternyata tidak cukup untuk biaya pailit atau utang harta
pailit, maka kurator dapat mengusulkan agar kepailitan tersebut dicabut
kembali. Keputusan untuk mencabut kepailitan ini dibuat dalam bentuk ketetapan
hakim dan diputuskan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
d)
Pencabutan atas anjuran Hakim Pengawas
Pengadilan Niaga atas anjuran dari
Hakim pengawas dapat mencabut kepailitan dengan memperhatikan keadaan harta
pailit. Dalam memerintahkan pengakiran kepailitan tersebut, Pengadilan Niaga
juga menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator yang dibebankan
terhadap debitor. Terhadap penetapan biaya dan imbalan jasa tersebut, tidak
dapat diajukan kasasi dan untuk pelaksanaanya dikeluarkan Fiat Eksekusi.
e) Putusan pailit dibatalakan di tingkat kasasi atau
peninjauan kembali.
Putusan pailit
oleh Pengadilan Niaga berlaku secara serta merta. Dengan demikian sejak saat
putusan pailit maka status debitor sudah dalam keadaan pailit. Akan tetapi,
putusan pailit dapat diajukan upaya hukum, yaitu kasasi atau peninjauan kembali
terhadap putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam proses kepailitan tidak
dimungkinkan upaya banding. Hal tersebut diatur dalam Pasal 11 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa upaya hukum yang dapat
diajukan terhadap putusan atas permohonan atas pernyataan pailit adalah kasasi
ke Mahkamah Agung. Apabila pada tingkat kasasi ternyata putusan pernyataan
pailit itu dibatalkan, maka kepailitan bagi debitor juga berakhir. Namun,
segala perbuatan yang telah dilakukan kurator sebelum atau pada saat kurator
menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan dari Mahkamah Agung, tetap
sah. Setelah menerima pemberitahuan tentang pembatalan putusan pernyataan
pailit itu, selanjutnya kurator wajib mengiklankan pembatalan tersebut dalam
surat kabar. Dengan pembatalan putusan pernyataan pailit tersebut, perdamaian
yang telah terjadi hapus demi hukum.
6) Pelaksanaan Putusan Pailit Oleh Kurator
Undang-Undang
No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) menyatakan bahwa putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit
harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan
pernyataan pailit didaftarkan (berdasarkan pada Pasal 8 ayat (5) UU No. 37
Tahun 2004). Pasal 8 ayat (6) UU No. 37 Tahun 2004 juga menyatakan bahwa
putusan pengadilan tersebut wajib memuat, antara lain:
1.
Pasal
tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau sumber
hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; dan
2.
Pertimbangan
hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau ketua majelis.
Terkait
dengan hal tersebut, selanjutnya diatur bahwa salinan putusan Pengadilan
tersebut wajib disampaikan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat kepada
Debitor, pihak yang mengajukan permohonan pailit, Kurator, dan Hakim Pengawas
paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan pernyataan
pailit diucapkan. Dalam putusan pernyataan pailit tersebut, harus diangkat
Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim Pengadilan dan
dalam hal Debitor, Kreditor, atau pihak yang berwenang mengajukan permohonan
pernyataan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), ayat (3), ayat
(4), atau ayat (5) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, jika tidak mengajukan usul
pengangkatan Kurator kepada Pengadilan maka Balai Harta Peninggalan akan
diangkat selaku Kurator. Adapun kurator yang diangkat tersebut harus
independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor,
dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban
pembayaran utang (PKPU) lebih dari 3 (tiga) perkara.
Dalam
jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah tanggal putusan pernyataan
pailit diterima oleh Kurator dan Hakim Pengawas, Kurator mengumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian
yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas, mengenai ikhtisar putusan pernyataan
pailit yang memuat hal-hal sebagai berikut:
·
Nama,
alamat, dan pekerjaan Debitor;
·
Nama
Hakim Pengawas;
·
Nama,
alamat, dan pekerjaan Kurator;
·
Nama,
alamat, dan pekerjaan anggota panitia Kreditor sementara, apabila telah
ditunjuk;
·
Tempat
dan waktu penyelenggaraan rapat pertama Kreditor. Kurator berwenang melaksanakan
tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan
pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan Kasasi atau
Peninjauan Kembali (PK).
Dengan
dijatuhkannya putusan kepailitan kepada debitur, maka mempunyai pengaruh bagi
debitur dan harta bendanya. Bagi debitur, sejak diucapkannya putusan
kepailitan, debitur kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan
atas harta bendanya. Dan pada dasarnya pelaksanaan putusan atau eksekusi
merupakan suatu pelaksanaan terhadap suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum
tetap (BHT) yang dilakukan dengan bantuan pengadilan. Dan dengan dijatuhkannya
putusan pailit tersebut, maka “kurator” bertindak sebagai pengampu dari si
pailit dan tugas utamanya adalah melakukan pengurusan atau pemberesan terhadap
harta (boedel pailit). Kurator adalah perseorangan atau persekutuan
perdata yang memiliki keahlian khusus sebagaimana diperlukan untuk mengurus dan
membereskan harta palit dan telah terdaftar pada Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia (Pasal 1 angka (5) UU No. 37 Tahun 2004).
Seorang
debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga, membawa konsekuensi hukum
yaitu, bagi debitur dijatuhkan sita umum terhadap seluruh harta debitur pailit
dan hilangnya kewenangan debitur pailit untuk menguasai dan mengurus harta
pailitnya. Sedangkan bagi kreditor, akan mengalami ketidakpastian tentang
hubungan hukum yang ada antara kreditor dengan debitur pailit. Untuk
kepentingan itulah undang-undang telah menentukan pihak yang akan mengurusi persoalan
debitur dan kreditor melalui seorang Kurator. Dalam menjalankan tugasnya
kurator tidak hanya bagaimana menyelamatkan harta pailit yang berhasil
dikumpulkan untuk kemudian dibagikan kepada para kreditor tapi sebisa mungkin
bisa meningkatkan nilai harta pailit tersebut. Dengan demikian, kurator
dituntut untuk memiliki integritas yang berpedoman pada kebenaran dan keadilan
serta keharusan untuk menaati standar profesi dan etika. Hal ini untuk
menghindari adanya benturan kepentingan dengan debitur maupun kreditur. Namun
pada prakteknya tidak sedikit kinerja kurator menjadi terhambat oleh
permasalahan, seperti debitur pailit yang tidak mengacuhkan putusan pengadilan
atau bahkan menolak untuk dieksekusi, dan hampir sebagian besar kurator
memiliki permasalahan dengan debitur yang tidak kooperatif dalam hal menolak
memberikan informasi dan dokumen, menolak menemui, bahkan menghalangi kurator
memeriksa tempat usaha debitur, sehingga kinerjanya menjadi tidak maksimal
karena faktor-faktor sebagaimana disebutkan diata
CONCEPTUAL FRAMEWORK FOR FINANCIAL REPORTING - OBJECTIVES
CONCEPTUAL FRAMEWORK
FOR FINANCIAL REPORTING - OBJECTIVES
Tujuan
pelaporan keuangan yang jelas akan berdampak pada kualitas informasi,
pengukuran dan pengakuan aktiva yang ditetapkan dengan jelas juga. Tujuan
laporan keuangan telah kita bahas pada modul 1 yaitu untuk menyediakan
informasi : (1) yang berguna bagi mereka yang memiliki pemahaman yang memadai
tentang aktivitas bisnis dan ekonomi yang membuat keputusan investasi serta
kredit., (2) untuk membantu investor
yang ada dan potensial, kreditor yang ada potensial, serta pemakai
lainnya dalam menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian arus kas masa depan;
dan (3) tentang sumberdaya ekonomi, klaim terhadap sumberdaya tersebut dan
perubahan di dalamnya.
Dalam menyediakan informasi kepada
pemakai laporan keuangan, profesi akuntansi mengandalkan laporan keuangan
bertujuan umum (general-purpose financial statement). Maksudnya adalah
menyediakan informasi yang paling bermanfaat dengan biay minimal kepada
berbagai kelompok pemakai. Hal yang mendasari tujuan ini adalah konsep bahwa
pemakai membutuhkan pengetahuan yang memadai mengenai persoalan bisnis dan
akuntansi keuangan untuk memahami informasi yang terkandung dalam laporan
keuangan.
Useful in invetment and credit decisions
Berguna
bagi investor serta kreditor saat ini atau potensial dan para pemakai lainnya
untuk membuat keputusan investasi, kredit dan keputusan serupa secara rasional.
Inforrmasi yang disajikan harus komperehensif bagi mereka yang memiliki
pemahaman yang memadai tentang aktivitas-aktivitas ekonomi dan bisnis serta
ingin mempelajari informasi tersebut secara seksama.
Useful in assessing future bcash flow
Informasi
arus kas suatu perusahaan berguna bagi para pemakai laporan keuangan sebagai
dasar untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas,
dan menilai kebutuhan perusahaan untuk menggunakan arus kas tersebut. Dalam
proses pengambilan keputusan ekonomi, para pemakai laporan keuangan perlu
melakukan evaluasi terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara
kas serta kapasitas perolehannya. Tujuan pernyataan ini adalah memberi
informasi historis mengenai perubahan kas dan setara kas dari suatu perusahaan
melalui laporan arus kas yang mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas
operasi, investasi maupun pendanaan (financing) selama suatu periode
akuntansi.
About enterprise resources, claims to resources, and
changes in them
Dengan
jelas menggambarkan sumber daya ekonomi dari sebuah perusahaan, klaim terhadap
sumber daya tersebut (kewajiban perusahaan untuk mentransfer sumber daya ke
entitas lainnya dan ekuitas pemilik), dan pengaruh dari transaksi, kejadian,
serta situasi yang mengubah sumber daya perusahaan dan klaim pihak lain
terhadap sumber daya tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)